Posts

Showing posts from January, 2018

INTERAKSI HUKUM WARIS ADAT BAWEAN DENGAN HUKUM ISLAM

PENDAHULUAN Negara Republik Indonesia terdiri dari beribu–ribu kepulauan yang mempunyai berbagai suku bangsa, bahasa, agama dan adat istiadat yang memiliki perbedaan walaupun ada juga persamaannya. Demikian pula mengenai ketentuan tentang pewarisannya terdapat banyak perbedaan, namun ada juga persamaannya. Hukum adat tidak dapat dipisahkan dari dalam kehidupan masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, karena setiap anggota masyarakat di masing-masing daerah tersebut selalu patuh pada hukum adat, yang merupakan hukum tidak tertulis, hukum tersebut telah mendarah daging dalam hati sanubari anggota masyarakat yang dapat tercermin dalam kehidupan di lingkungan masyarakat tersebut. Negara Republik Indonesia sampai sekarang ini masih berlaku hukum waris yang bersifat pluralistik, yaitu:Hukum Waris Adat, untuk warga negara Indonesia asli, Hukum Waris Islam, untuk warga negara Indonesia asli di berbagai daerah dari kalangan tertentu yang terdapat pengaruh hukum agama Islam dan  Hukum Wari

APLIKASI QAWAID FIQHIYYAH PADA MASALAH KEWARISAN

DEFINISI DAN PENGERTIAN WARISAN (FARAID) Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts (الإرث) atau al-mirats (الميراث) secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal (mayit). Secara etimologis (lughawi) waris mengandung 2 arti yaitu (a) tetap dan (b) berpindahnya sesuatu dari suatu kaum kepada kaum yang lain baik itu berupa materi atau non-materi. Sedang menurut terminologi fiqih/syariah Islam adalah berpindahnya harta seorang (yang mati) kepada orang lain (ahli waris) karena ada hubungan kekerabatan atau perkawinan dengan tata cara dan aturan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasar QS An-Nisa' 4:11-12. DALIL DASAR HUKUM WARIS Hukum waris dalam Islam berdasarkan pada nash (teks) dalam Al-Quran sebagai berikut: - QS An-Nisa' 4:11-12 "يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَييْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

Bahwa, pada tanggal 19 April 2013mengeluarkan fatwa MUI yang berkaitan dengan beristru lebih dari empat dalam kurun waktu yang bersamaan, yang inti fatwanya adalah: Beristri lebih dari empat wanita pada waktu  yang bersamaan hukumnya haram. Jika pernikahan dengan istri pertama hingga keempat dilaksanakan sesuai syarat dan rukunnya, maka ia sah sebagai istri dan memiliki akibat hukum pernikahan. Sedang wanita yang kelima dan seterusnya, meski secara faktual sudah digauli, statusnya bukan menjadi istri yang sah. Wanita  yang  kelima  dan  seterusnya  wajib  dipisahkan  karena tidak sesuai dengan ketentuan syari’ah. Seorang muslim yang telah melakukan pernikahan sebagaimana nomor (1) harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Berkomitmen untuk melakukan taubat yang sungguh-sungguh dengan jalan; (i) membaca istighfar (ii) menyesali perbuatan yang telah dilakukan; (iii) meninggalkan perbuatan haram tersebut; (iv) komitmen untuk tidak mengulangi lagi. Melepaskan wa

CERAI TALAK: ANALISIS YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG PERKARA NOMOR: 629K/AG/2015

CERAI TALAK: ANALISIS YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG PERKARA NOMOR: 629K/AG/2015 Abstrak: Cerai Talak dan Rekonvensi Akibat Cerai Talak (Analisis Yurisprudensi Mahkamah Agung Perkara Nomor: 629K/AG/2015). Fokus kajian ini adalah tentang bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam memutus serta materi persidangan dilihat dari hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia serta bagaimana teori hukum yang digunakan oleh hakim dalam memutus perkara tersebut dari tingkat pertama yaitu di Pengadilan Agama sampai Mahkamah Agung. Dalam kajian ini juga penulis menemukan putusan hakim memperbaiki putusan Pengadilan Agama di bawahnya yaitu Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara Nomor:16/Pdt.G/2015/PTA JK memperbaiki putusan Pengadilan Agama Jakarta Timur Nomor: 1082/Pdt.G/2013/PAJT dan juga Mahkamah Agung dengan Nomor Perkara: 629K/AG/2015 juga memperbaiki isi putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara Nomor:16/Pdt.G/2015/PTA JK. PENDAHULUAN Talak diakui dalam ajaran Islam sebagai satu