APLIKASI QAWAID FIQHIYYAH PADA MASALAH KEWARISAN


DEFINISI DAN PENGERTIAN WARISAN (FARAID)

Warisan berasal dari bahasa Arab al-irts (الإرث) atau al-mirats (الميراث) secara umum bermakna peninggalan (tirkah) harta orang yang sudah meninggal (mayit).
Secara etimologis (lughawi) waris mengandung 2 arti yaitu (a) tetap dan (b) berpindahnya sesuatu dari suatu kaum kepada kaum yang lain baik itu berupa materi atau non-materi.
Sedang menurut terminologi fiqih/syariah Islam adalah berpindahnya harta seorang (yang mati) kepada orang lain (ahli waris) karena ada hubungan kekerabatan atau perkawinan dengan tata cara dan aturan yang sudah ditentukan oleh Islam berdasar QS An-Nisa' 4:11-12.

DALIL DASAR HUKUM WARIS
Hukum waris dalam Islam berdasarkan pada nash (teks) dalam Al-Quran sebagai berikut:
- QS An-Nisa' 4:11-12
"يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَييْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا .وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ ۚ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ ۚ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ ۚ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (ayat 11).

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sdsudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.(ayat 12).

KEWAJIBAN AHLI WARIS KEPADA PEWARIS
Sebelum harta dibagi, ahli waris punya kewajiban terdadap pewaris yang wafat sbb:
mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang;"
menyelesaikan wasiat pewaris;
membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak.
*Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.
SYARAT WARISAN ISLAM
Syarat waris Islam ada 3 (tiga) yaitu:
1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara hakiki maupun secara hukum (misalnya dianggap telah meninggal).
2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada waktu pewaris meninggal dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-masing.

RUKUN WARIS ISLAM
Rukun waris ada 3 (tiga) yaitu:
1. Pewaris, yakni orang yang meninggal dunia.
2. Ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta peninggalan pewaris.
3. Harta warisan.

Beberapa Aplikasi Kaidah fiqhiyyah yang berkaitan dengan warisan adalah sebagai berikut:
Contoh Kaidah tentang waris-mewarisi adalah:
كُلُّ مَنْ أَدْلَى إِلَى الهَا لك بِوَاسِطَةٍ فَلَا يَرِثُ بِوُجُوْدِهَا
Artinya: “Setiap orang yang dihubungkan kepada yang meninggal melalui perantaraan, maka dia tidak mewarisi selama perantara itu ada”
Contohnya, antara kakek dan bapak. Kakek tidak dapat waris selama bapak orang yang meninggal masih hidup, karena kakek dihubngkan dengan orang yang meninggal melalui bapak. Demikian juga anak laki-laki dengan cucu laki-laki. Cucu laki-laki tidak dapat waris selama ada anak laki-laki dari orang yang meninggal, karena cucu laki-laki dihubungkan dengan orang yang meninggal melalui anak laki-laki.
Contoh Kaidah tentang waris mewarisi adalah:
كُلُّ مَنْ وَرَثَ شَيْئًا وَرَثَهُ بِحُقُوْ قِهِ
Artinya: “Setiap orang yang mewarisi sesuatu, maka dia mewarisi pula hak-haknya (yang bersifat harta)”
Contohnya, hak terhadap utang atau gadai atau juga hak cipta yang diwariskan. Maka kedudukan ahli waris dalam hal ini menduduki kedudukan orang yang meninggal.
Contoh Kaidah tentang hijab dalam warisan adalah:
أَنَّ الأَقْوَى قرَا بة يَحْجُبُ الأَ ضْعَفَ مِنْهُ
Artinya: “Kekerabatan yang lebih kuat menghalangi kekerabatan yang lebih lemah”
Contohnya, saudara laki-laki sekandung menghalangi saudara laki-laki sebapak dalam mendapatkan warisan. Artinya, apabila ahli waris terdiri dari saudara laki-laki sekandung dan saudara laki-laki sebapak, maka yang mendapat harta warisan hanya saudara laki-laki sekandung, karena kekerabatannya lebih kuat yaitu melalui garis ibu dan bapak. Sedangkan saudara laki-laki sebapak kekerabatannya lebih lemah karena hanya melalui garis bapak.
Contoh Kaidah tentang tentang kewajiban hutang Pewaris harus dibayar lunas. Kaidah fiqhiyyahnya adalah:
لَاتِرْ كَةَ إِلَّابَعْدَ سَدَادِ الدَّيْن
Artinya: “Tidak ada harta peninggalan kecuali setelah dibayar lunas utang (orang yang meninggal)”
Artinya, sebelum utang-utang orang yang meninggal dibayar lunas, maka tidak ada harta warisan. Seperti diketahui bahwa dalam hukum waris Islam, harta peninggalan tidak dibagi dahulu sebelum diambil pembiayaan kematian kemudian untuk utang. Kalau masih ada sisanya dipotong lagi untuk wasiat maksimal sepertiga. Sisanya dibagi di antara para ahli waris sesuai dengan ketentuan hukum waris Islam.
Kaidah ini mempertegas tentang kaidah hutang yang di miliki pewaris harus di lunasi. Yaitu dengan kaidah fiqhiyyah:
لَامِلْكِيَةَ لِلْوَرَثَةِ إِلَّا بَعْدَ سَدَادِ الدَّيْن
Artinya: “Tidak ada hak kepemilikan harta bagi ahli waris setelah dilunasinya utang”

Kaidah Fiqhiyyah yang berkaitan dengan wasiat adalah:
لَايَصِحّ الوَصِيَّةُ بِكُلِّ الماَ لِ
Artinya: “Tidak sah wasiat dengan keseluruhan harta”
Dhabith ini kemudian dipertegas oleh hadis nabi yang menyebutkan bahwa maksimal wasiat adalah sepertiga dari harta warisan dan sepertiga itu sudah banyak.
Contohnya, Usman yang memiliki harta 10 Trilliun, maka tidak boleh mewasiatkan harta tersebut semuanya, karena maksimalnya hanya 1/3, jadi batasannya yang dapat diwasiatkan 3 Trilliun.
kaidah fiqhiyyah berkaitan tentang pewaris yang tidak memiliki ahli waris sehingga harta warisnya diserahkan ke baitul mal, yaitu dengan kaidah:
كُلُّ مَنْ مَاتَ مِنْ المسْلِمِيْنَ لَاوَارِثَ لَهُ فَمَالَهُ لِبَيْتِ الماَلِ
Artinya: “Setiap orang Islam yang meninggal tanpa meninggalkan ahli waris, maka hartanya diserahkan kepada Bait al-Mal”
Contohnya, Saiful Unus yang tidak memiliki keluarga satupun, beliau juga memiliki harta berlimpah, maka harta tersebut diserahkan kepada Bait al-Mal.

Comments

Popular posts from this blog

PENGERTIAN PERBANDINGAN HUKUM DAN KLASIFIKASI PERBANDINGAN HUKUM

dasar pemikiran tasawuf K.H. Ahmad Siddiq

AYAT DAN TAFSIR AHKAM TENTANG NUSYUZ